Kosarek Valley: Sepenggal Surga di Pegunungan Papua


Setiap manusia menyimpan kerinduan terdalam untuk kembali, bukan sekadar pulang secara fisik, melainkan menyentuh kembali tanah tempat kehidupan pernah bermula. Ada sesuatu yang sakral saat kita menginjakkan kaki di tempat kelahiran, tempat di mana tangis pertama bertemu dunia, dan di mana rahmat pertama kali menyelimuti tubuh kecil yang baru mengenal udara.

Perjalanan ini bukan sekadar lintasan geografis menuju lembah kecil bernama Kosarek. Ia adalah panggilan pulang yang datang dari jauh, menembus waktu, menelusuri jejak para perintis, dan menjawab bisikan sunyi dalam jiwa yang selama ini menanti untuk kembali.

Kosarek Valley mungkin tampak seperti dusun mungil di mata dunia, namun bagi kami, ia adalah tempat di mana sejarah keluarga berakar, iman dipupuk, dan kasih Tuhan dinyatakan sejak generasi awal. Di tanah ini, kisah hidup tak hanya ditulis dengan tinta, tetapi dengan air mata, peluh, dan doa-doa yang membubung dari gubuk-gubuk sederhana menuju langit.

Melalui catatan anjangsana ini, aku ingin berbagi kisah tentang pulang yang penuh makna, tentang langkah kaki yang disertai iman, tentang perjumpaan dengan masa lalu yang menyembuhkan, dan tentang bagaimana Tuhan menenun cerita indah melalui orang-orang biasa di lembah yang sering tak disebut dalam peta.

***

Rabu, 11 Desember 2019 menjadi tanggal yang tak akan kulupa, hari di mana aku kembali menapakkan kaki di tempat aku pertama kali dilahirkan. Suatu hal yang dulu tak pernah terlintas dalam bayangan, namun ternyata menjadi kenyataan yang terpatri dalam benak dan nurani. Seperti ada suara lembut yang berkata: "Akan datang hari di mana hidup dimulai kembali dari titik semula."

Kosarek Valley, sebuah dusun mungil di lembah sunyi, menjadi panggung awal kehidupan. Tempat di mana bayi mengenal dunia, dan anak manusia mulai membaca irama semesta. Di tanah ini, kehidupan masa lalu masih berdetak dalam tenang. Inilah tanah yang didambakan, bukan karena megahnya, tapi karena sejarah dan kasih Tuhan mengalir dalam setiap lekuknya.

Di sinilah para Misionaris dan Hamba Tuhan menanam benih Injil. Dari tanah ini, rahmat-Nya menyebar. Dan karena ayah bekerja di sini dulu, kami pun dilahirkan dalam pelukan lembah ini. Kosarek bukan sekadar tempat, melainkan identitas yang melekat kuat, tak tergantikan oleh waktu.

Kembali menginjakkan kaki setelah sekian tahun adalah anugerah yang membuncah. Rasa syukurku mendalam, khususnya kepada Abang Gerson Mulikma, sesama anak perintis yang memahami makna "berasal dari akar yang sama." Dalam semangat persaudaraan yang kuat, kami berjalan bersama ke Kosarek Valley, dusun mungil yang menyimpan banyak kenangan.

Kepergian kami ke sana bukan kebetulan. Semuanya berjalan dalam rencana dan campur tangan Tuhan, melalui hamba-hamba-Nya yang setia. Kami percaya, masih ada banyak petualangan yang menanti.

Setibanya di Pos, kami tinggal beberapa hari. Lalu melanjutkan perjalanan ke Desa Hombuka, menjawab undangan perayaan Natal Sekolah Minggu. Perjalanan ini melelahkan, penuh tantangan, menuruni bukit, menaiki punggung gunung, menyeberangi Sungai Peang. Namun semua itu terbayar dengan sambutan hangat dan sukacita yang tulus. Dua malam kami habiskan di Bukit Hombuka, menikmati udara pegunungan dan ketenangan yang jarang dijumpai.

Dari Hombuka, perjalanan berlanjut ke desa di atas Pegunungan Serekahi. Di sanalah GKI Efata berdiri dengan anggun. Kami merayakan Natal Sekolah Minggu dari tanggal 22 hingga 24 Desember 2019. Acara begitu meriah, dengan permainan dan lomba berhadiah piala, membangkitkan semangat anak-anak dan sukacita bersama.

Puncaknya, pada 25 Desember, kami berpartisipasi dalam Natal Pertama di Efata Serekahi. Hati kami penuh gembira menyambut kelahiran Sang Juru Selamat, di tempat tinggi yang seakan lebih dekat dengan langit.

Usai perayaan, kami kembali ke Pos, menanti penerbangan pulang ke Kota Sentani yang dijadwalkan pada 27 Desember. Namun takdir berkata lain, penerbangan dibatalkan. Kami menanti di tengah cuaca yang tak menentu, hingga akhirnya, memasuki tahun baru 1 Januari 2020, kami merayakannya dengan ibadah syukur bersama di Pos Kosarek.

Akhirnya, 2 Januari 2020, suara khas Cessna PK-MEC dari maskapai Mission Aviation Fellowship (MAF) bergema di langit. Itulah pertanda perpisahan. Kami terbang kembali ke Sentani, membawa pulang sejuta kenangan dari tanah kelahiran.

***

Tak semua hal bisa tertulis dalam catatan ini. Namun biarlah kisah ini menjadi serpihan memori, tentang perjalanan kembali ke akar, tentang keindahan dusun mungil yang penuh kasih dan sejarah, tentang penyertaan Tuhan yang nyata di setiap langkah.

Anjangsana ini bukan sekadar kunjungan ke sebuah tempat, tetapi ziarah batin ke asal-usul kehidupan. Kosarek Valley bukan hanya lembah mungil di tengah Pegunungan Papua, melainkan ruang suci di mana sejarah keluarga, iman, dan identitas berpadu menjadi satu kisah.

Setiap langkah di jalur pegunungan, setiap tawa anak-anak di perayaan Natal, setiap malam yang sunyi di bukit, semuanya menorehkan makna. Dalam perjalanan ini, aku tak hanya menemukan kembali tanah kelahiran, tetapi juga melihat lebih jelas wajah kasih Tuhan yang bekerja dalam diam melalui orang-orang, alam, dan waktu.

Anjangsana ke Kosarek adalah kembali ke akar. Dan dari akar itu, hidup bertumbuh lagi, lebih sadar, lebih bersyukur, dan lebih siap melangkah ke depan dengan semangat baru.

Semoga setiap catatan ini menjadi pengingat bahwa Tuhan selalu menuntun, bahkan dalam perjalanan yang tampak sederhana, namun sesungguhnya penuh mujizat.

Komentar

Posting Komentar

Kampung Bersejarah di Perbukitan Pinia • Kabupaten Yahukimo Papua

Etnisitas Berbahasa Kwaneng/Boneng

Perbukitan Pinia Menyimpan Nafas Leluhur: Kampung Bersejarah di Jantung Papua